Nongkrong, Foto, Upload: Budaya Populer di Kalangan Gen Z

Budaya Populer ala Gen Z.

GORONTALO, GROWTHNEY.COM – Di zaman digital kayak sekarang, “nongkrong” buat Gen Z nggak cuma soal ketemu langsung sama teman-teman, tapi juga sering berlangsung di dunia maya lewat media sosial. Generasi ini emang udah jadi ‘digital native’ banget, ya! Nongkrong tanpa foto tuh rasanya kaya ada yang kurang, nggak banget. Sesi jepret jepret di saat nongkrong tuh, kaya udah jadi menu wajib yang harus dilakuin, dan nanti kalo udah ngerasa puas baru deh di upload di media sosial.

Menurut laporan dari Pew Research Center (2023), lebih dari 90% remaja di Amerika udah akses media sosial minimal sekali sehari. Itu baru yang ngaku, ya. Ini nunjukkin banget gimana media sosial udah jadi bagian nggak terpisahkan dari hidup Gen Z. Dan yang jadi masalahnya, semua aktivitas yang mereka lakukan itu apakah emang bentuk dari ekspresi diri mereka, atau hanya untuk terlihat keren di depan kamera? Apa mereka benar-benar menikmati waktu bareng temen, atau malah sibuk mikirin angle yang bagusnya tuh kaya gimana, belum mikirin nanti caption nya gimana ya, belum juga mikirin nanti kalau ini di upload bakalan dapet banyak like nggak ya? bakalan dapet komentar yang baik nggak ya? Yuk, kita bahas!

Gen Z dikenal dengan kebiasaan “nongkrong” bareng temen-temennya. Tapi yang bikin beda dari generasi sebelumnya, momen-momen itu sekarang hampir selalu direkam, entah itu lewat foto atau video dan langsung di upload ke media sosial. Jadi, nongkrong nggak cuma soal ngumpul, tapi juga soal bikin konten yang kece buat dibagi ke dunia maya. Terkadang, keseruan asli bareng temen malah kalah penting dibanding nyari angle foto yang paling cakep atau filter yang paling cocok buat diposting.

Menurut riset dari BMC Psychology (2024), penggunaan media sosial yang berlebihan bisa menyebabkan kecemasan sosial semakin meningkat. Apalagi dikalangan remaja dan juga Gen Z. Mengapa? ya karena  mereka cenderung menghabiskan banyak waktu dengan media sosial, makanya itu mereka sangatlah rentan dipengaruhi oleh teknologi saat ini. Banyak dari mereka yang ngerasa harus selalu tampil menarik, up to date sama tren, dan kelihatan “oke” setiap saat semata-mata untuk dapetin likes, komentar, atau sekadar validasi dari orang lain di sosial media.

Gen Z sekarang hidup di dunia yang dikontrol sama algoritma. Entah itu platform kayak tiktok ataupun instagram pasti rajin banget nge-push konten yang lagi trend dengan hasil yang bakalan dapetin banyak likes, views ataupun komentar. Alhasil, makin viral suatu tren, makin sering muncul di timeline, dan makin besar juga dorongan buat ikut-ikutan biar nggak keliatan “ketinggalan zaman.”  Budaya “nongkrong, foto, upload” sekarang udah jadi lebih dari sekadar seru-seruan bareng temen dan berbagi momen. Ini udah jadi bagian dari yang namanya konsumerisme visual di mana yang kelihatan di layar jadi lebih penting daripada apa yang beneran dirasain. Di dunia yang makin visual ini, Gen Z sering banget merasa kalau identitas mereka dibentuk dari apa yang mereka tampilkan di media sosial, bukan dari siapa mereka sebenarnya.

Budaya “Nongkrong, Foto, Upload” udah jadi gambaran khas banget soal gimana Gen Z berinteraksi di era digital sekarang. Di satu sisi, ini bisa jadi bentuk ekspresi diri menunjukkan siapa mereka, apa yang mereka suka, dan gimana mereka menjalani hari-hari. Tapi di sisi lain, nggak bisa dipungkiri juga kalau ada tekanan besar di balik itu semua. Tekanan buat selalu tampil menarik, up to date, dan sesuai standar “keren” versi algoritma dan tren yang lagi rame.

Menurut Pew Research Center (2023), media sosial makin jadi alat utama yang mendefinisikan kehidupan sosial dan pribadi anak muda. Saat ini, nongkrong bukan hanya lagi tentang ngobrol asik,  bercengkrama bersama. Tetapi bagaimana ngebuat tampilan di feed yang menarik dan bagus untuk dipandang. momen kebersamaan saat lagi ngumpul tergantikan dengan sibuknya mempercantik media sosial masing masing. Visual jadi segalanya, sementara pengalaman asli kadang jadi nomor dua. Makanya, penting banget buat mulai nyadarin diri soal dampak psikologis dari budaya digital ini. Nggak ada salahnya ngikutin tren, tapi jangan sampai kehilangan jati diri. Kita perlu ngenalin lagi nilai-nilai yang lebih otentik yang nggak cuma soal tampilan visual, tapi juga soal menghargai momen nyata, kebersamaan yang tulus, dan identitas diri yang lebih dalam dari sekedar likes dan views.

 

Penulis: Sri nani eyato dan ⁠Hajirah Ali

Ilustrator: Galang Fritzie Gavrila Dako

Editor: rvlHapili

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Bergabung di Buletin Growthney dan dapatkan email pemberitahuan dari kami!

We promise we’ll never spam! Take a look at our Privacy Policy for more info.

5 Essai Pilihan

Section Title

⚡Terpopuler Pekan Ini