Ketika Huyula Mulai Dilupakan: Dari Rasa Peduli ke Rupiah?

gotong royong hilang.png

GROWTHNEY.COM Pernah dengar kata Huyula? Kalau kamu orang Gorontalo atau pernah tinggal di sana, pasti familiar banget. Tapi buat kamu yang belum tahu, Huyula adalah tradisi gotong royong yang jadi ciri khas masyarakat Gorontalo. Ini bukan sekadar kerja sama biasa, tapi wujud solidaritas yang mengakar kuat dalam kehidupan sosial. Dimana Huyula adalah cermin dari empati, kerelaan, dan rasa saling peduli yang nggak diukur pakai uang.

Bayangin deh, kamu lagi bangun rumah, dan semua tetangga datang bantu bukan karena dibayar, tapi karena udah jadi budaya. Itulah Huyula, semangat saling bantu tanpa pamrih, khas Gorontalo.  Tapi sekarang, realitasnya mulai bergeser. Masyarakat kita perlahan lebih akrab dengan istilah “upahan” daripada kerelaan. Kebaikan yang dulu lahir dari keikhlasan kini seakan harus dihargai dengan nominal.

Menurut Nusi dkk. (2020), nilai-nilai luhur seperti Huyula mulai terkikis oleh sistem upah dan orientasi pasar. Ini artinya, banyak orang sekarang lebih memilih “beli jasa” ketimbang saling bantu. Kalau dulu kita bilang, “Sudah jadi kewajiban sosial”, sekarang berganti jadi, “Nanti dibayar  berapa?”

Kalau dilihat lebih dalam, ini bukan cuma soal ekonomi, tapi juga perubahan cara pandang. Solidaritas berubah jadi servis, bantuan berubah jadi bisnis. Di tengah zaman yang serba cepat, banyak anak muda yang lupa kalau gotong royong itu lebih dari sekadar kerja fisik. Padahal nyatanya ini adalah jembatan untuk menjaga kedekatan sosial, rasa memiliki, dan hati yang peduli.

 Disaat keramaian justru membuat orang merasa sendiri, semangat Huyula hadir sebagai pengingat bahwa kepedulian masih bisa dirawat bersama. Bukan karena disuruh, tapi karena sadar kita saling butuh. Karena di dalamnya ada keikhlasan yang tumbuh tanpa pamrih, ada empati yang hidup tanpa dipamerkan, dan ada kebersamaan yang nggak butuh status atau jabatan.

Baca juga: Emang Bener ya, Nahan Emosi Risiko Besar Buat Perempuan?

Mungkin ini saat yang tepat buat kita tarik napas sejenak dari hidup yang serba cepat yang kadang bikin kita lupa, apa sih yang benar-benar penting? Saat hari-hari dipenuhi rutinitas yang padat, mata tak lepas dari layar, dan langkah terus digiring ambisi, mungkin inilah waktunya kita menengok kembali ke masa lalu ke nilai-nilai kearifan lokal yang dulu jadi fondasi keharmonisan hidup bersama.

Sekarang kita sibuk sendiri, menunggu giliran dibayar untuk bantu. Kita lupa, bahwa kebersamaan itu bukan dibentuk dari nominal, tapi dari niat. Dan kalau ini terus dibiarkan, bukan cuma Huyula yang hilang, tapi juga rasa saling peduli, saling jaga, dan saling menguatkan.

Huyula bukan cuma cerita masa lalu. Ini adalah warisan keren yang relevan banget buat zaman sekarang. Saat dunia makin sibuk dan individualistis, budaya kayak Huyula bisa jadi pengingat bahwa kita nggak harus jalan sendiri. Menghidupkan Huyula bukan soal kembali ke masa lalu, tapi membawa nilai lama untuk masa depan yang lebih manusiawi. – (Sulila, 2017)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Bergabung di Buletin Growthney dan dapatkan email pemberitahuan dari kami!

We promise we’ll never spam! Take a look at our Privacy Policy for more info.

5 Essai Pilihan

Section Title

⚡Terpopuler Pekan Ini