Di zaman serba digital kayak sekarang, media sosial udah jadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, pasti ada aja waktu buat scroll Instagram, TikTok, atau Twitter (eh, X maksudnya). Tapi, sadar nggak sih kalau belakangan ini banyak banget orang yang hobi “pamer” di media sosial? Yup, ini yang disebut flexing!
Apa Sih Itu Flexing? Flexing itu istilah buat orang-orang yang suka pamer kekayaan, pencapaian, atau gaya hidup mewah di media sosial. Tujuannya? Biar terlihat keren, sukses, atau sekadar dapet pengakuan sosial. Kata “flexing” sendiri berasal dari bahasa Inggris “to flex,” yang artinya “memamerkan” sesuatu.
Misalnya, ada yang upload foto liburan ke luar negeri, unboxing barang branded, atau tunjukin saldo rekening fantastis. Bukan salah sih, tapi kadang flexing ini bisa bikin orang lain ngerasa insecure dan malah terjebak dalam tekanan sosial.
Lalu Kenapa Banyak Orang Suka Flexing?
Ada beberapa alasan kenapa flexing makin sering kita temuin di media sosial: Yang pertama, Cari validasi sosial atau ngerasa pengen diakui dan dianggap sukses. Kedua, pengaruh tren & influencer, banyak selebgram dan YouTuber yang sering pamer lifestyle mewah. Ketiga, hal ini yang paling sering menjadi alasan untuk flexing; FOMO (Fear of Missing Out) atau Takut keliatan ‘biasa aja’ dibanding yang lain. Yang terakhir, Gaya hidup konsumtif, pengen nunjukin status sosial lewat barang-barang mahal. Padahal, belum tentu semua yang dipamerin itu beneran sesuai sama kondisi aslinya. Banyak juga yang flexing buat pencitraan doang!
Pertanyaannya, apakah flexing hanya berdampak buruk? Sebenernya, flexing itu ada sisi baiknya juga, lho. Beberapa orang bisa terinspirasi buat kerja lebih keras biar sukses. Selain itu, buat influencer atau pebisnis, flexing bisa jadi strategi marketing yang efektif.
Tapiii… tetep ada juga dampak negatifnya, seperti:
- Tekanan sosial meningkat, hal ini karena ada banyak orang ngerasa kurang karena nggak bisa “sekeren” yang lain.
- Gaya hidup jadi boros. Demi terlihat kaya, jadi konsumtif, bahkan bisa beli barang yang sebenernya nggak perlu-perlu banget.
- Meningkatkan rasa iri & insecure. Ngelihat orang lain sukses bisa bikin mental down kalau kita bandingin terus. Akhirnya malah rasa insecure semakin meningkat.
- Bisa jadi alat manipulasi. Kayak kasus flexing palsu buat nipu orang lain (contohnya Indra Kenz dengan Binomo).
Jadi, flexing itu oke selama nggak berlebihan dan nggak sampai bikin orang lain atau diri sendiri jadi tertekan. Tapi kalau tujuannya cuma buat pamer dan cari validasi, mending fokus sama hal yang lebih bermakna, setuju gak kalian?
Penulis: Nurhikma S. Abas, Mahasiswi Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Gorontalo