Kesetaraan gender di Indonesia seakan tidak ada habisnya, ada banyak opini yang membelenggu dan tentunya pro kontra. Tulisan ini sepenuhnya merupakan sebuah opini dari penulis, yang hanya ingin memberikan tanggapan terkait kesetaraan gender di negeri kita. Kritik dan saran akan sangat membangun penulis, untuk terus mencari tahu dan memberikan tulisan yang baik.
Kesataraan Gender Masa Kini, Berlebihan?
Seperti yang kita tahu, gender adalah sifat yang melekat pada jenis kelamin. Sifat-sifat seperti laki-laki disebut cengeng dan perempuan harusnya main boneka adalah salah satu contoh hadirnya kesetaraan gender. Karena, pada dasarnya semua orang harus mendapat perlakuan yang sama dan setara tanpa melihat dari jenis kelaminnya selama itu masih masuk dalam kesepakatan sosial.
Karena adanya bias gender yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain, maka lahirlah pemikiran-pemikiran yang ingin mengubah bias tersebut. Gender sering kali merugikan pihak perempuan dan menguntungkan laki-laki. Kartini, merupakan salah satu wanita Indonesia yang memperjuangkan emansipasi wanita agar terlepas dari belenggu sosial yang telah melekat dalam kehidupan sosial masyarakat.
Perjuangan itu tentu baik, agar kesetaraan dan keadilan sosial tidak hanya pada satu jenis kelamin saja (laki-laki). Namun, kesetaraan gender yang belakangan ini diperjuangkan oleh aktivis cenderung egois dan berlebihan. Banyak perempuan yang kita sebut saja feminis, memberikan kritik mengenai laki-laki yang mendapatkan banyak akses. Ada banyak fakta seiring seorang feminis membenarkan argumen mereka seperti:
- 1% pria memiliki properti dunia.
- Lebih banyak pria yang menjadi kepala negara dibandingkan wanita.
- Mewakili 80% dari seluruh pengungsi perang di dunia.
- Perempuan selalu jadi objek seksual.
Dan masih banyak argumen lain feminisme masa kini, perjuangan yang mungkin akan sangat panjang jika kita tulis satu-satu. Feminis selalu membawa mengenai kesuksesan yang dimiliki pria. Namun, mereka tidak mau melihat fakta bahwa kehidupan sukses itu tentu saja lahir dari kerasnya hidup yang pria alami.
Sayangnya, yang mereka inginkan hanya bagian yang terlihat enak saja. Fakta bahwa ada lebih banyak laki-laki yang mengalami gangguan psikologi akibat perang hanya untuk mempertahankan tanah dan negaranya, tidak masuk dari keinginan wanita.
Hingga saat ini, lebih banyak laki-laki yang ingin masuk tentara dibandingkan perempuan. Namun, yang mereka perjuangkan dan kritik hanyalah dominasi pemimpin militer dan jendral yang lebih didominasi oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Mereka menginginkan kesetaraan di situ, namun tidak menginginkan dampak trauma akibat perang.
99% laki-laki memiliki properti di dunia, lebih banyak pria sukses didunia dibandingkan perempuan. Namun, mereka tidak mengetahui hampir seratus persen laki-laki menjadi pekerja pemecah batu. Fakta lainnya, lebih banyak orang dipenjara adalah laki-laki, orang terlantar di jalanan lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan.
Sebagian besar korban kriminal dan kejahatan adalah laki-laki, dan lebih banyak dominasi laki-laki bodoh di sekolah. Jadi apa yang feminis perjuangkan saat ini tidak lebih hanyalah ego mereka saja.
Sejarah Singkat Kesetaraan Gender
Awal perjuangan yang feminis bawa hanyalah kesetaraan gender, aktivis feminisme Betty Friedan dan Kartini menyinggung akan akses seperti yang bisa dimiliki laki-laki. Jika laki-laki bisa masuk partai politik harusnya wanita juga bisa. Namun, kini perjuangan itu berbeda, mereka para perempuan feminisme cenderung rakus dan menginginkan lebih.
Perempuan menginginkan wilayah domestik tidak hanya diisi oleh perempuan, namun juga laki-laki. Di waktu yang bersamaan, pekerjaan berat seperti mengangkat galon akan mereka serahkan kepada laki-laki. Tentu mereka akan menyangkal dengan mengatakan tidak semuanya, hanya sebagian.
Kesetaraan Gender di Indonesia
Baru-baru ini, kita pasti pernah mendengar isu seorang atlet bola voli wanita yang mempunyai jenis kelamin ganda, pada akhirnya memilih jadi pria akibat ditentang keras karena memiliki bentuk tubuh kekar seperti laki-laki. Tetapi, pernahkah kalian mendengar atlet pria ditentang keras karena ia punya jenis kelamin ganda?
Tentu saja tulisan ini hanyalah bagian sedikit dari opini penulis agar menghindari pembaca yang bosan jika tulisannya agak panjang. Namun, satu hal pasti saya tekankan bahwa feminisme masa kini terlihat egois dibandingkan dengan perjuangan mereka dulu.
Di Amerika ada sebuah parade No Bra, di mana perempuan akan memperlihatkan payudara mereka kepada khalayak umum. Alasannya agar stigma pikiran pria ketika melihat wanita tidak hanya dari sisi nafsunya saja, namun mereka menghiraukan ada lebih banyak laki-laki bunuh diri akibat menganggap wanita itu spesial.
Dipublikasikan pada: 28 Juli 2022
Penulis: M.R Daud
Editor: Hudalil Mustakim