Beranda » Pengembangan Diri » Opini: Euforia dan Renjana

Opini: Euforia dan Renjana

Ini merupakan saat yang sangat indah, di mana empat puluh lima hari pengabdian kami yang tak terasa, pada hari terakhir di desa, saya bersuara dengan lantang ditemani masyarakat Desa Dambalo yang sedang duduk rapih menggelar acara perpisahan kami.

Saya dengan semangat bersuara lantang membawa secerca pidato, menahan rasa sedih karena pada akhirnya, akan berpisah dengan masyarakat sekitar.

“Sebelum saya dan kawan kawan meninggalkan desa ini, banyak pelajaran yang saya temui.  Saya sangat berterima kasih kepada masyarakat Desa Dambalo. Romin Matulu selaku kepala desa, aparat desa, dan teman-teman dari Karang Taruna Dambalo,” tutur saya dengan semangat bercampur kesedihan.

Rasa terima kasih terus saya ulangi disetiap kesempatan bertemu dengan aparat dan masyarakat Desa Dambalo. Bantuan yang diberikan kepada kami sebagai mahasiswa, yang mengabdi dengan program kerja yang terus kami kerjakan hingga selesai, tak lain berkat bantuan dari masyarakat dan Karang Taruna.

Hubungan emosional yang akhirnya terbangun dari pengalaman selama menyelesaikan program kerja KKN kami. Tentunya, rasa bersalah ketika berpisah akan terus terjebak dipikiran. Masalah kecil yang turut membangun hubungkan kami selama di Desa Dambalo.

Permohonan maaf terus saya ucapkan ketika membawakan pidato, teringat akan kekecewaan yang dirasakan masyarakat dan teman-teman Karang Taruna Desa Dambalo, karena perbedaan pendapat selama menjalankan program yang kami laksanakan.

Bagaimanapun juga, tanpa bantuan masyarakat dan teman-teman Karang Taruna Desa Dambalo, pengabdian kami tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang kami hendaki. Rasa berat untuk meninggalkan desa, yang telah membangun hubungan emosional dan rasa rindu setiap kali mengingatnya.

Motivasi yang saya dan teman-teman KKN berikan kepada adik-adik di Desa Dambalo, untuk terus dengan giat membangun semangat belajar. Teringat ketika untuk pertama kalinya, saya menginjakan kaki di Kota Gorontalo, tidak terlintas dibenak akan pergi dan menemukan banyak pengalaman di desa ini, Dambalo, Popayato.

“Maka dari itu ketika, adik-adik harus yakin dan percaya bahwa akan mendapatkan pengalaman yang sama pula, ditempat yang berbeda. Pengalaman ini nantinya akan membangun kita menjadi lebih banyak pengalaman, untuk mengembangkan diri dan juga desa”. Ucap saya, ketika mencoba menutup pidato.

Pada akhir pidato yang saya bawakan, rasa bangga dan senang yang tak terbendung melihat sambutan dan tepuk tangan meriah dari aparat desa, teman-teman Karang Taruna, dan masyarakat.

Untuk menyelamatkan nasib bangsa, indonesia harus mempersiapkan segalanya. salah satunya pendidikan. hal ini agar bangsa Indonesia bisa bersaing dengan negara lain”. Soeharto

Penulis: Genta Fain Hermansyah Biki

 

 

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *