Beranda » News » Negara adalah Negeri yang Hilang Arah

Negara adalah Negeri yang Hilang Arah

Negara adalah negeri yang menghargai para pahlawannya“, kata ini pernah kita dengar pada saat mahasiswa bergaung mengenai kepahlawanan, kira-kira demikian. Tapi, apakah kita ingat di umur 77 tahun negara kita malah semakin lucu, di umur satu tahun pemikir bangsa ini sudah sangat dewasa, tapi sayang kenapa ketika di umur yang sudah dewasa malah bertingkah seperti anak kecil.

Apakah ini karena negaraku sudah masuk angka Menopause? Entahlah, semunya ada di tangan para pemegang Tahta Kebijakan (yang sebenarnya masyarakat) tapi sayang teori sederhana tentang demokrasi yang di dalamnya berisi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, justru teori ini dipakai saat pemilu saja, setelah pemilu semua kembali kepada siapa yang terpilih dan partai apa yang berkuasa, ini implementasi di lapangannya yang lucu.

Di atas bukan salah satu contoh lucunya negeri ini dan masih banyak lagi loh, contohnya Prof Salim yang mengatakan, “Indonesia enggak bakal maju karena Tuhan saja enggak ditakuti, coba liat orang yang masuk KPK semuanya pernah bersumpah di bawah kitab suci.” Demikian penggalan satire dari Salim.

Teringat sebuah alinea Undang-Undang Dasar 1945 yang bunyinya, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu kemerdekaan negara Indonesia.” Itulah bunyinya yang mengandung arti sangat dalam, entah mereka masih ingat.

Baca Juga: Memahami Arti Feminisme, Mengulik Informasi yang Keliru

77 tahun negaraku merdeka dari penjajahan, kini kemerdekaan belum seutuhnya dirasakan oleh anak bangsa  sampai hari ini, pemimpin silih berganti memberi harapan kemakmuran untuk semua orang tapi kemakmuran untuk si kaya. Memberantas kemiskinan tapi hari ini kemiskinan bertaburan di mana-mana, memberi lapangan pekerjaan tapi pengangguran justru makin bertambah.

Negeri elok yang kaya, tapi entah siapa yang merasakan kekayaannya. Tujuh kali berganti nakhoda dengan arah yang berbeda yang membuat negara patah akan sebuah arah. Wahai pahlawan negeri ini, kami berterima kasih akan kemerdekaan yang kau berikan, banyak yang kalian wariskan tapi semua entah ke mana, karena semua hilang dengan percuma. Kini, anak bangsamu mulai tak tahu arah dan tak tahu mau membela siapa. Karena hari ini, perang saudara telah nyata di depan mata.

Penulis: Genta

Editor: Hudalil Mustakim

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *