Daftar Isi
“Dari sudut pandang naturalistik, semua manusia adalah sama. Hanya ada dua pengecualian untuk aturan kesetaraan naturalistik ini: jenius dan bodoh”.
Mikhail Bakunin
Memahami Eksistensialisme
Para penganut eksistensialisme sederhananya memahami bahwa, eksistensi mendahului esensi. Eksistensialisme adalah paham yang memberikan solusi perihal How to Be Exist. Dalam kasus tulisan karya Aldi Badaru, dia menceritakan mahasiswa yang selalu merasa ‘lebih baik‘ dari masyarakat yang tidak pernah menjalani bagaimana suasana ruang kelas dalam proses perkuliahan.
Selain itu, Aldi dengan perspektif psikologi mempermasalahkan tentang motivasi mahasiswa dalam melakukan berbagai hal. Memang demikian, sebagaimana gambaran lingkaran motivasi yang ditunjukkan Alex Sobur dalam bukunya yang berjudul Psikologi Umum, yakni berawal dari kebutuhan, tingkah laku, dan tujuan.
Sekilas, mirip dengan bagaimana cara kerja dari para eksistensialis, dimana seorang mahasiswa merasa lebih cerdas dan memiliki kapasitas menjawab semuanya, titik yang utama adalah mahasiswa melakukan itu demi menunjukkan keberadaannya tanpa menggunakan standar siapapun selain dirinya sendiri, untuk menilai baik-buruk jawaban tersebut.
Artikel Terkait: OOTD Kece untuk Mahasiswa
Sulit untuk menjawab dari apa yang dipertanyakan di atas, hal ini karena tidak adanya sebuah penelitian khusus terhadap mahasiswa-mahasiswa yang dimaksud, kecuali pengalaman pribadi milik Aldi itu sendiri. Maka dari itu, saya akan menjadikan Aldi sebagai seorang yang pernah melakukan hal yang seperti dia tuliskan. Semoga tidak keberatan.
Kembali ke lingkaran motivasi milik Alex Sobur. Pertama yaitu kebutuhan, pertanyaan mendasarnya adalah apa yang menjadi kebutuhan mahasiswa tersebut? Berdasarkan tulisan milik Aldi di bagian “… merasa paling tahu segalanya dan mau menang sendiri,” saya mengidentifikasi bahwa yang menjadi kebutuhannya adalah eksistensialisme bahwa dia (mahasiswa) paling tahu dan dia sendirilah yang menang (benar).
Kedua, yaitu tingkah laku. Berdasarkan identifikasi di atas, untuk mendapatkan pengakuan tersebut maka hal yang harus dilakukan adalah memperlihatkan pengetahuan yang batau-tau (dibaca: sok tahu) dan kemenangannya dari semua pergulatan argumentasi maupun aksi dengan masyarakat. Ketiga, tujuannya tidak lain untuk mengadakan kebutuhannya tersebut teratasi.
Kurang Eksis Apa Lagi Si Mahasiswa?
Akan tetapi, hal yang ditonjolkan oleh Aldi mengenai tulisannya ini adalah mahasiswa tersebut harus dipercaya serta apa yang menjadi jawaban si mahasiswa adalah sebuah kebenaran mutlak. Tentu, tidak demikian. Ini adalah tanda bahwa mahasiswa tersebut telah keluar jalur dari lingkaran eksistensialisme lainnya. Untuk menunjukkan bahwa mahasiswa yang dimaksud memiliki pengakuan, maka dia melakukan tindakan seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Namun, berdasarkan ungkapan yang terkenal dari Sartre, yaitu “L’existence précède l’essence (eksistensi mendahului esensi)”. Sartre bermaksud menjelaskan bahwa manusia akan memiliki esensi jika dirinya telah eksis terlebih dahulu. Esensi dari lakunya seperti mengambil hingga mengunggah gambar buku dan kopi (objek utamanya ialah buku) adalah agar ia nampak memiliki ilmu pengetahuan karena telah membaca buku tersebut. Tetapi, esensi sebenarnya dari hal itu adalah sebuah kecerdasan.
Pandangan Friedrich Nietzsche dalam Eksistensialisme
Nietzsche seorang filsuf eksistensialisme mengatakan bahwa, “Bukan menjadi manusia yang merupakan tujuan hidup yang sejati, melainkan menjadi Manusia Unggul”. Menjadi manusia unggul (Ubermensch) ialah menjadi manusia yang memberikan nilai pada dirinya sendiri tanpa berpaling dari dunia dan menengok ke seberang dunia.
Artikel Terkait: Pentingkah Organisasi Bagi Mahasiswa?
Sederhananya, manusia unggul merupakan suatu bentuk manusia yang yang menganggap dirinya sebagai sumber nilai. Sehingga dalam masalah ini, bagi yang ingin menjadi manusia unggul baiknya membentuk intelektual. Menjadi eksistensialis berarti menjadi manusia yang sadar akan dirinya, berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya.
Seorang manusia unggul versi Nietzsche ialah, nilai tukar dari intelektual adalah darah! Darah bermakna perjuangan, ia harus melumat ilmu pengetahuan sehingga bisa menjadikan itu bagian dari dirinya sendiri, agar dapat menunjukan keberadaannya sebagai intelektual. Kita harus keras dalam mendidik (proses membentuk manusia unggul), namun yang utama adalah keras pada diri sendiri. Nietzsche menjelaskan dalam bagian yang lain bahwa, dia mengusulkan untuk dibentuknya suatu seleksi untuk membentuk manusia atas atau manusia unggul dengan cara mengkaji.
Dia mengatakan bahwa manusia unggul baru dapat dicapai apabila ada perpaduan yang harmonis antara kekuatan, kecerdasan dan kebanggaan. Secara simplistis, yang menjadi tujuan utama dari menciptakan manusia unggul adalah menjelmakan manusia yang lebih kuat, lebih cerdas dan lebih berani.
Penulis: Galang Panrenrengi
Editor: Hudalil Mustakim