Daftar Isi
Kebutuhan Jasmani (Hajat al-udhawiyah) & Keinginan Naluri (Gharaiz)
Setiap manusia di ciptakan Allah dalam keadaan yang sempurna, yang kemudian Allah menciptakan pada setiap manusia yaitu kebutuhan jasmani (Hajat al-udhawiyah) seperti makan, minum, buang air, istirahat dan lainya serta keinginan naluri (Gharaiz) seperti naluri mempertahankan diri, naluri melestarikan keturunan dan naluri mengagungkan.
Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang wajib dipenuhi. Jika tidak dipenuhi akan berefek pada diri manusia dan bahkan mengakibatkan kematian, sedangkan keinginan naluri adalah sesuatu yang menjadi keinginan setiap manusia namun tidak wajib dipenuhi, keinginan naluri ketika tidak di penuhi hanya akan mengakibatkan kita galau. Namun dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita masih terlalu sulit dalam menentukan kebutuhan jasmani dan keinginan naluri. Semoga setelah membaca tulisan ini teman-teman bisa memahami antara kebutuhan dan keinginan.
Baca Juga: Opini: Menjadi Seorang Sarjana
Berkenalan dengan Keinginan Naluri (Gharaiz)
Sekilas yang saya sudah paparkan terkait keinginan naluri namun yang menjadi fokus saya saat ini adalah naluri melestarikan keturunan (Gharizah Nau). Sebelum saya menjelaskan lebih dalam terkait keinginan melestarikan keturunan, saya akan coba menjelaskan secara singkat terkait Gharizah yang lain.
Pertama, naluri mempertahankan diri (Gharizah Baqa) adalah sebuah keinginan yang setiap manusia miliki agar dapat mempertahankan diri, jika ada sesuatu yang membahayakan dirinya atau bahkan akan mengancam nyawa manusia itu sendiri. Contoh, marah jika di ejek, ingin balas dendam dan lainya.
Kedua, naluri mengagungkan (Gharizah Taddayun) adalah sebuah keinginan yang di miliki setiap manusia, di mana setiap manusia ingin mengagungkan sesuatu yang mereka rasa lebih dari diri mereka sendiri. Contoh, menuhankan sang pencipta, berdoa dan sebagainya.
Ketiga, naluri melestarikan keturunan (Gharizah Nau) adalah sebuah keinginan dimiliki setiap manusia yang berhubungan dengan perasaan hati dan seksualitas. Contohnya, melestarikan keturunan dengan menikah.
Teman-teman setelah membaca tulisan ini. Apa yang terlintas di pikiran Anda? Jika Anda merasa pusing, maka bersyukurlah karena kita masih menggunakan akal kita untuk berpikir dan jika kita sudah paham “Alhamdulillah”. Mari kita lanjut teman-teman karena ini hanya pengantar, Lets Go.
Galau dalam Islam
Galau yaitu suatu keadaan atau situasi hati merasa cemas, bimbang, resah dan gelisah, atau tidak tenang. Meskipun istilah ini populer di kalangan remaja, namun kenyataan galau ini bisa menimpa siapa saja, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Lantas, mengapa galau bisa menimpa seseorang dan bagaimana cara mengatasinya ? Tentu Islam adalah solusinya.
Di dalam Islam ada beberapa kriteria yang di berikan ketika memilih pasangan:
Harta dalam Kebutuhan Jasmani
Kekayaan berupa materi memang sangat menarik untuk kamu jadikan alasan memilih pasangan. Bukannya matre dan menganggap bahwa harta adalah segalanya, namun tak bisa kita pungkiri bahwa harta sangat penting untuk segala lini kehidupan di dunia ini. Jika memiliki harta setidaknya semua kebutuhan dapat terpenuhi.
Nasab atau Keturunan
Islam menganjurkan penganutnya untuk memiliki keturunan yang baik. Karena itu, sangat penting memperhatikan nasab atau keturunan pasangan. Kamu harus tahu bebet dan bobot keturunan pasanganmu.
Paras sebagai Kebutuhan Jasmani
Kriteria pasanganmu berdasarkan paras dan penampilan? Tidak ada salahnya loh. Karena seseorang yang memiliki paras yang bagus, tentu saja akan memberikan ketenangan untukmu dan wajahnya indah dipandang. Stresmu akan sedikit hilang dengan melihat senyumnya. Tapi kamu harus tetap sadar, bahwa kecantikan dan ketampanan pasangan yang kamu idamkan tersebut tidak akan bertahan lama, tidak ada yang menetap dan abadi. Semakin tua pasanganmu, maka parasnya pun akan berubah seiring berjalannya waktu.
Agama
Ini adalah hal yang paling krusial dalam kriteria memilih pasangan ala Nabi. Jika pasangan dengan harta, keturunan dan paras yang baik tidak kamu dapatkan, maka carilah pasangan yang baik agamanya. Orang yang selalu memperhatikan agama dan taat beribadah. Sebab, harta, keturunan dan paras pun tidak menjadi jaminan utama kebahagiaan, namun agama bisa menjadi pedoman yang kokoh dan petunjuk untuk menggapai kebahagiaan yang tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat kelak.
Setiap manusia pasti sudah memiliki tujuan dan kriteria sendiri dalam memilih pasangan, hanya saja Islam juga memberikan kriteria ketika dalam memilih ataupun memilah pasangan agar naluri ini bisa dijalani sesuai perintah Allah.
Namun terkadang pada implementasinya tidak sesuai dengan tujuan dari Allah menciptakan naluri melestarikan keturunan, karena masih banyak orang-orang yang belum siap melestarikan keturunan sudah mau mempraktikkan naluri ini, sehingga ya mereka terjerumus dalam jurang kemaksiatan. Mengapa hal ini terjadi ?, karena mereka belum mempelajari Islam lebih dalam dan bisa jadi mereka belum memahami tujuan dari sebuah pernikahan.
Baca Juga: Harapan Yang Tak Pernah Usai
Adapun masalah bagi mereka yang sudah siap menikah yaitu kegalauan dalam menentukan pasangan meskipun sudah ada kriteria dalam Islam, mereka di hantui dengan pemikiran yang dapat merusak tujuan sebuah pernikahan. Sehingga mereka mengambil jalan pintas dalam menentukan jodoh yaitu dengan melakukan kemaksiatan untuk melampiaskan keinginan naluri, padahal Islam sangat melarang kita untuk berbuat maksiat.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. (Q.S Al-isra ayat 32)”.
Teman-teman sekalian marilah sama-sama kita jalani hidup ini dengan selalu bersandar pada aturan yang sudah Allah tentukan. Agar kita bisa ter jauhi dari rasa galau yang selalu terbayang dalam benak kita, karena bisa jadi apa yang menurut kita baik belum tentu menurut Allah baik, tapi menurut Allah baik sudah pasti baik untuk diri kita.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216).
Penulis: Ruli Modanggu
Editor: Hudalil Mustakim