Beranda » Opini » Kampungan bukan Norak

Kampungan bukan Norak

Kampungan Bukan Berarti Norak

Kampungan Bukan Berarti Norak

Kampungan dalam KBBI merujuk pada sebuah kebiasaan dari desa, yang di bawa kemana pun orang tersebut berada. Kata ini sering kita dengar diperkotaan, yang merujuk pada sebuah ejekan.

Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sering menggunakan ejekan untuk merendahkan atau menghina seseorang, meskipun tidak semua ejekan bernada serius, tetapi bahasa ejekan telah lumrah di lingkungan atau bahkan di bumi tercinta kita ini.

Ada banyak bahasa-bahasa yang dinilai sebagai ejekan. Namun yang menjadi fokus perhatian saya adalah penggunaan kata ‘kampungan’ sebagai bahan ejekan. Tidak diketahui secara pasti kapan kata ini mulai bermakna ejekan, namun yang jelas ada beberapa poin utama mengapa seharusnya kata ini tidak digunakan sebagai arti dari bahan ejekan.

Alasan ‘Kampungan’ Bukan Bermakna Ejekan

Banyak kesalahpahaman dari kata ‘Kampungan’ yang kita terima, maka dari itu berikut ini beberapa informasi kesalahan dari mereka yang menggunakan ‘Kampungan’ sebagai bahan ejekan. Diantaranya ialah sebagai berikut:

Baca Juga: Stop! Gangguan Jiwa Bukan Aib Keluarga

Konotasi Kampungan

Kampungan artinya adalah orang yang masih menggunakan kebiasaan dari desa lalu tetap digunakan di perkotaan. Seperti yang kita ketahui, masyarakat desa terkenal dengan kebiasaan adat dan perilaku yang tinggi.

Berbeda dengan masyarakat di perkotaa yang menganggap adat istiadat tidak lagi relevan di zaman modern, sebagian besar masyarakat di desa masih mempertahankannya. Kegiatan adat istiadat merupakan ciri khas dari budaya sebuah masyarakat, yang mana bukan termasuk ‘norak’ atau kebiasaan ‘kampungan’.

Kekeliruan Kata Kampungan

Kampungan disebut terkejut dengan menganggap fasilitas orang di kota berbeda jauh, seperti adanya pusat perbelanjaan, hotel, lift, eskalator, gerai makanan seperti Mc Donald, dan bahkan rambu lalu lintas. Apa pun yang ada di kota dan tidak ada didesa, maka orang desa yang terkejut merasakannya akan disebut kampungan.

Padahal jika dilihat dari rentan waktu, sebenarnya orang kota adalah orang yang terkejut (mangkage) pertama dan orang desa yang kedua. Hanya selisih siapa yang lebih dulu. Masih teringat jelas, bagaimana orang kota berbondong-bondong melihat gerai Mc Donald ketika pertama kali dibuka (kasus ini pernah terjadi di kota Gorontalo).

Orang kota bangga dengan revolusi industri yang mereka punya, mereka bangga akan gerai yang besar, pabrik maupun perusahaan. Mereka tidak menyadari bahwa yang memasok kebutuhan perut orang kota adalah orang desa yang mereka sebut ‘kampungan’. Tentu saja tidak etis rasanya jika melontarkan kata ‘kampungan’ kepada orang desa.

Faktor Penyebab

Faktor penyebab bahasa kampungan ini melekat di negara Indonesia akibat dari tidak meratanya pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Menganaktirikan pedesaan menyebabkan ketimpangan ekonomi yang sangat jelas.

Selain itu, jika terjadi krisis yang sama antara perkotaan dan pedesaan, pedesaan cenderung terlambat dari perhatian pemerintah yang akhirnya membentuk Gapatau jarak, yang akhirnya mempertegas bahwa desa hannyalah tempat yang banyak pohon dan pertanian, jauh tersentuh dari peradaban modern.

Peran Media

Selain pemerintah, media sosial juga menjadi andil dalam mempertegas jarak antara desa dan kota. Dalam pandangan  media sosial, desa identik dengan keterbelakangan, irasionalitas, berbau mistik, dan berbagai label unik lainnya.

Baca Juga: Tempat Asik BBQ di Sekitar Kota Gorontalo

Dalam pandangan Ilmu Komunikasi, disebut sebagai Jarum Suntik. Sebuah teori yang menekankan pada propaganda yang tidak hanya dibuat oleh media, namun peran dari masyarakat yang membagikannya. Kasus yang satu ini terkait adanya media sosial, di masyarakat perkotaan dapat dengan mudah mengakses dan menyebarkan informasi yang sebenarnya tidak selalu benar.

Informasi yang disebarkan terus menerus di media sosial, akan membuat masyarakat percaya jika tidak segera diatasi. Dalam hal ini, media juga berperan penting untuk menyadarkan kesadaran masyarakat. Namun, nyatanya media masih diam.

Penulis: Mr Daud

Editor: Hudalil Mustakim

Related Post

One Reply to “Kampungan bukan Norak”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *