Daftar Isi
Good looking akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di kalangan pemuda pencari kerja. Pasalnya, beberapa perusahaan menjadikan syarat mutlak dalam tawaran pekerjaan. Ini dirasa menjadi suatu ketidakadilan bagi orang-orang di luar sana, yang tidak memenuhi kualifikasi tersebut.
Di Indonesia sendiri, dalam menentukan kriteria kandidat karyawan pada proses perekrutan di sebuah perusahaan, faktor kepribadian memiliki peran penting selain kompetensi dan skil yang dimiliki oleh masing-masing kandidat. Namun good looking mucul di tengah-tengah masyarakat, sehingga menjadikan suatu keresahan bagi para calon pekerja.
Pentingkah Good Looking itu?
Meskipun rangkaian kata good looking atau berpenampilan menarik ini masih cukup abstrak maknanya dan bisa saja diperdebatkan, tapi sebagai manusia yang menjunjung tinggi ‘asas tahu diri,’ rasanya apa yang diinginkan oleh perusahaan itu sudah sama dimengerti oleh semua orang.
Hanya saja akan menjadi tidak etis jika perusahaan-perusahaan ini kemudian menuliskan; berpenampilan menarik dan good looking, hal ini dilakukan demi menjaga perasaan orang-orang seperti halnya orang orang yang tidak masuk dalam kriteria yang dicari. Bagaimanapun asas menghormati dan menjaga perasaan orang lain perlu untuk dikedepankan.
Meskipun pada akhirnya orang-orang yang dimaksud tetap saja merasa sedikit sakit. Good looking seakan menjadi momok tersendiri bagi mereka yang tak masuk dalam kriteria setiap membuka tawaran-tawaran pekerjaan yang jumlahnya sebenarnya lumayan cukup banyak, tetapi setelah disaring berdasarkan jurusan yang dibutuhkan, pengalaman kerja dan tentu saja faktor good looking ini, jumlahnya akan berkurang drastis.
Artikel Terkait: Citayam Fashion Week dalam Kacamata Nilai & Moral
Beauty Privilege
Beauty privelege atau hak istimewa untuk kaum good looking merupakan istilah untuk menggambarkan betapa beruntungnya hidup seseorang yang terkesan lebih lancar dibandingkan orang lain kebanyakan, karena terlahir dengan rupa yang menawan.
Berbagai riset menyatakan bahwa privilege ini akan membuat seseorang lebih bagus karirnya dan lebih dimaklumi jika melakukan kesalahan. Daya tarik fisik memang berpengaruh untuk kelancaran karir dan gaji lebih besar. Meskipun sebuah perusahaan lebih mengutamakan kecerdasan dan attitude ketika merekrut pegawainya.
Namun tak bisa dipungkiri bahwa daya tarik fisik memang memiliki kontribusi dalam berkarir seseorang menjadi lancar. Mengingat, jika pekerja memiliki potensi untuk mendapatkan gaji lebih jika punya penampilan menarik atau berwajah menawan.
Berdasarkan riset, jika seseorang memiliki keunggulan dalam fisiknya, hal itu cenderung menunjukkan bahwa dia adalah orang yang sehat, cerdas, dan memiliki kepribadian yang baik. Maka dari itulah banyak perusahaan yang memberikan beauty privilege kepada orang berpenampilan menarik (secara tidak langsung), yang notabene bisa punya gaji lebih besar dari karyawan lainnya.
Tidak hanya di dunia pekerjaan, juga bahkan dikehidupan sehari-hari seperti yang kita lihat di berbagai sosial media orang, yang berparas good looking lebih disanjung oleh netizen Indonesia, sedangkan yang memiliki tampang pas-pasan akan dibuli sedemikian rupa. Lebih lagi jika dia memiliki keterbatasan fisik.
Hal serupa juga sering terjadi di dunia pemilihan ratu kecantikan, peserta yang berkulit hitam akan dibuli serta diremehkan oleh netizen Indonesia, padahal jika dia cantik dan berkulit putih belum tentu memiliki pengetahuan yang lebih baik dari peserta yang berkulit hitam. Terus mau bagaimana lagi? Mau heran tapi ini Indonesia.
Swedia dan Aturan Anti Diskriminasi
Berbeda dengan luar negeri, seperti Swedia, misalnya pemerintah Swedia telah membuat peraturan yang sangat ketat terkait Undang-Undang Anti Diskriminasi. Pemerintah dan warga Swedia sudah memiliki kesadaran bahwa persyaratan-persyaratan yang bersifat fisik merupakan suatu bentuk diskriminasi tersendiri yang bahkan lebih jauh lagi bisa dianggap sebagai bentuk rasisme.
Pemerintah Swedia sudah sangat menghargai kesetaraan bagi setiap penduduk yang asli dari Swedia atau Eropa, maupun imigran keturunan dari Asia, Timur Tengah, Afrika, dan lainnya. Setiap perusahaan di Swedia tidak boleh membatasi lowongan pekerjaannya berdasarkan syarat fisik seperti contoh-contoh di atas.
Hal ini terbukti dan dapat kita temui pada maskapai penerbangan di Swedia yang memiliki pramugari dan pramugara dengan beragam “bentuk” atau penampilan. Ada yang laki-laki maupun perempuan, ada yang muda maupun tua, ada yang kurus maupun gemuk, dan sebagainya.
Ini tentu sangat berbeda dengan maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia yang memiliki pramugari dengan “bentuk” atau penampilan hampir seragam, yakni para perempuan muda yang cukup tinggi dan langsing dengan wajah yang terbilang cukup cantik. Sebab memang begitulah makna pandangan umum di Indonesia terkait denifisi “penampilan menarik”.
Mengapa pemerintah Swedia membuat peraturan anti diskriminasi seperti itu? Sebab pemerintah dan warga Swedia telah memiliki pemahaman dan kesadaran yang tinggi terkait HAM (Hak Asasi Manusia), yang di antaranya terkait hak untuk mendapat perlakuan yang sama dan hak untuk mendapat kesempatan bekerja.
Perusahaan manapun di Swedia, tidak boleh memberi batasan umur dalam persyaratan lowongan pekerjaan mereka, sebab setiap warga Swedia yang usianya masih termasuk dalam angkatan kerja berhak bekerja di manapun.
Tidak boleh ada perbedaan kesempatan bekerja antara mereka yang masih berusia 20-an tahun dengan mereka yang sudah berusia 50-an tahun. Setiap perusahaan di Swedia juga tidak boleh memberi batasan hanya menerima pekerja dengan jenis kelamin tertentu sebab setiap pekerjaan semestinya bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Berbeda sekali, di Indonesia yang seringkali ditemui lowongan pekerjaan hanya untuk perempuan ataupun sebaliknya. Menurut saya pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh perempuan dan tidak bisa dilakukan oleh laki-laki hanyalah melahirkan, itupun jika melahirkan disebut sebagai pekerjaan.
Pembatasan jenis kelamin saja tidak boleh apalagi pembatasan dalam urusan fisik dan penampilan. Pada umumnya setiap pekerjaan semestinya bisa dilakukan oleh setiap orang dengan fisik dan penampilan masing-masing. Syarat pekerjaan di Swedia hanya boleh terkait dengan kemampuan dan keahlian kerja dan proses seleksi harus bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan perbandingan keterampilan para calon pekerja.
Artikel Terkait: Lagu Self Healing sebagai Evaluasi Diri di Masa Quarter Life Crisis
“Dunia kerja memang sangat kejam pada orang yang tidak good looking.” Kata-kata ini sering muncul di benak dan tidak ada ujungnya jika dipecahkan selain dengan kata bersyukur. Bersyukur atas segala nikmat, kesehatan, kelengkapan, dan masih ada skil yang masih bisa diusahakan.
Tuhan menciptakan kita dengan tampilan yang tidak semua sama seperti yang lain, memiliki kulit putih, wajah oval, atau sederet bentuk-bentuk fisik lain yang tentu saja punya nilai tambah lebih dibanding dengan tampilan yang dikatakan tidak masuk dalam kriteria good looking.
Tidak semua perusahaan memilih good looking sebagai pilihan masih banyak yang membutuhkan softskill yang masih bisa diasah. Kenyataannya malah banyak posisi pekerjaan lainnya di Indonesia yang otomatis tertutup bagi orang-orang yang dianggap berpenampilan ‘Kurang atau bahkan tidak menarik’ dan hal itu sudah dianggap sebagai perkara biasa dan wajar. Sah-sah aja karena tidak ada aturan dari pemerintah Indonesia yang melarangnya.
Ingat, jangan terlalu untuk memaksakan diri tampil sempurna, tapi cobalah berdandan semaksimal mungkin dan bila fisik kita kurang mendukung harus diakali dengan softskill yang kita punya.
Penulis: Radhen Ajeng
Editor: Sahril Humolungo