Beranda » Anak Muda » Citayam Fashion Week dalam Kacamata Nilai & Moral

Citayam Fashion Week dalam Kacamata Nilai & Moral

Citayam Fashion Week

Citayam Fashion Week dalam Kacamata Nilai & Moral

Citayam Fashion Week resmi ditutup hari ini Minggu (31/07/2022). Setidaknya informasi ini telah tersebar luas di lini masa jagat media sosial. Citayam Fashion Week beberapa waktu lalu berhasil mencuri perhatian dari kalangan pengguna media sosial. Kemunculan anak-anak muda dari daerah penyangga Jakarta yang kemudian viral dengan sebutan SCBD (Sudirman, Citayam, Bojong Gede dan Depok)

Mereka menjadi perbincangan hangat, karena kiprah muda-mudi yang berpakaian nyentrik dan membuat konten kreatif dan berlenggok-lenggok menirukan peragaan busana layaknya model Internasional.

Kreativitas muda-mudi ini tentu saja patut kita apresiasi, di tengah dinamika perkembangan teknologi informasi yang begitu hebatnya, generasi ini berhasil menaklukkan teknologi bukan hanya sebagai penggunanya saja. Mereka ambil bagian sebagai kreator yang kemudian menjadi Hype dan Trend di masyarakat.

Artikel Terkait: Memahami Arti Feminisme, Informasi yang Keliru

Sebut saja Jeje, Bonge, Kurma, Roy dan lainnya yang berhasil menjadi selebgram di Instagram dan TikTok. Mereka berhasil mendapatkan popularitas dan juga penghasilan dari konten yang mereka buat. Apresiasi juga datang dari berbagai kalangan, tak terkecuali Presiden Jokowi. Menurutnya kegiatan tersebut justru harus didukung dan didorong selama sifatnya positif serta tidak melanggar hukum.

Nilai & Norma Citayam Fashion Week

Di berbagai sosial media, beredar banyak acara Citayem Fashin Week, mulai dari euforia, hingga kejadian yang memancing amarah warganet di Indonesia, melihat bagaimana muda-mudi usia belasan tahun saling beradu gaya di zona yang jadi buah bibir semua kalangan juga media. Tentu semua orang dibuat takjub dengan kreativitas dan gaya busana unik mereka.

Di sisi lain saya juga sangat terpukul sekaligus prihatin, miris melihat remaja saling merangkul bebas, dan (maaf) saling bercumbu tanpa adanya batasan, dan menghiraukan norma dan adat di negara kita. Tidak hanya itu, banyaknya kaum LGBT yang saling bermunculan, laki-laki berpakaian layaknya wanita dan sangat percaya diri. Bagaimana mungkin, ruang kebebasan berekspresi yang sudah dipercayakan kepada generasi sekarang menjadi teramat kebablasan.

Banyak sekali pertanyaan bergelayut di tengah acara Citayam Fashion Week, apalagi membayangkan fenomena Citayam Fashion Week yang kabarnya saat ini mulai menjamur dan diikuti di berbagai daerah. Adakah norma dan batasan yang masih terjaga sebagaimana budaya dan ajaran agama yang selama ini kita percaya.

Sisi Lain Remaja SCBD

Jika kita tilik lebih jauh, kelompok “SCBD” ini terdiri dari remaja yang berusia kisaran belasan tahun dan sebagian besar putus sekolah. Sehingga, ketika tawaran untuk merasakan kembali bangku pendidikan, di saat iming-iming kemandirian finansial yang menghampiri, tentu saja mereka lebih memilih untuk mandiri finansial daripada kembali ke bangku sekolah yang dulu pernah gagal dicapainya.

Kerasnya kehidupan yang menempa, juga keinginan untuk diakui identitasnya, merupakan suatu masa di mana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan perubahan pada seksualitas hingga mencapai kematangan seksualitasnya. Mereka akan mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial yang penuh kepada keadaan yang relatif menjadi lebih mandiri.

Ketidakmampuan dalam mengidentifikasi masa kanak-kanak mereka menuju masa dewasa, atau bisa dikatakan dalam proses pencarian Jati Diri menyebabkan mereka melakukan tindakan yang sulit dipertanggungjawabkan. Sering kali mereka menilai bahwa setiap perbuatannya benar dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Lantas, Sesuaikah Moral Citayem Fashion Week di Indonesia?

Adu gaya di ruang terbuka memang tidak ada salahnya, ini adalah bentuk dari memberikan ekspresi melalui gaya busana. Tetapi, bercumbu mesra menjadi peristiwa sehari-hari yang kita temui di Citayam Fashion Week, ini yang salah dan melanggar norma budaya.

Lebih jauh, sering kali masyarakat kita menyalahkan dan mempermasalahkan masalah ini karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki. Padahal, bisa jadi pendidikan moral yang kita berikan tidak benar-benar sampai dan menyentuh hati mereka. Atau jangan-jangan kita lebih sering membincang masalah moral dan akhlak di forum-forum tertutup, tanpa benar-benar berinteraksi dengan generasi muda secara langsung.

Penguatan moral dan akhlak harus hadir merangkul remaja Citayam Fashion Week, menjadi pedoman bagi generasi muda Indonesia yang hari ini telah akrab dengan perkembangan teknologi. Penguatan moral harus hadir tidak hanya di institusi pendidikan, namun harus hadir dan disajikan dengan konten kekinian dan dapat diakses oleh semua kalangan.

Baca Juga: Habisnya Masa Berlaku Kesetaraan Gender di Indonesia

Kebebasan berekspresi memang tidak seharusnya kita caci apalagi benci, sebaiknya diarahkan pada kebebasan yang bertanggung jawab dan bermoral. Jangan sampai fenomena Citayam Fashion Week yang sudah ditutup dan mulai merajalela di daerah lainnya hadir sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang tidak beradab dan jauh dari nilai luhur yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia. Kamu cantik, kamu ganteng, tapi seharusnya kamu juga berkarakter.

Penulis: Radhen Ajeng

Editor: Hudalil Mustakim

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *