Daftar Isi
Baru-baru ini kita dipertontonkan seputar isu yang sedang hangat, saat bahasa Melayu yang diajukan oleh pemerintah Malaysia sebagai bahasa kedua di ASEAN. Lantas, apakah bahasa Indonesia memiliki potensi serupa?
Kacamata Sejarah
Jika, kita melihat dari pandangan sejarah akan keterkaitan isu ini. Indonesia juga berasal dari Melayu, yang telah digunakan sebagai pemersatu di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Salah satu bukti autentik ialah ditemukannya prasasti di Palembang, yang penulisannya menggunakan bahasa Melayu.
Penggunaan gaya Melayu tidak terlepas dari pengaruh Kerajaan Sriwijaya, yang pada masa itu menguasai perdagangan di wilayah pulau Sumatera. Sejak saat itu, bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa sehari-hari oleh rakyat di sekitar Selat Malaka.
Seiring berkembangnya zaman, bahasa Melayu berfungsi sebagai Lingua Franca atau bahasa perhubungan antar golongan, pedagang, dan kerajaan. Pada akhirnya terus meluas di penjuru Nusantara. Bahasa Melayu terus digunakan sebagai pemersatu hingga abad ke-17.
Artikel Terkait: Masa Berlaku Kesetaraan Gender di Indonesia
Ketika Indonesia diduduki oleh kolonial Belanda. Pemerintah Hindia Belanda menyadari bahwa, bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi, karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi saat itu dinilai lemah.
Melihat adanya manfaat dengan penggunaan bahaha Melayu, yang dapat mempermudah proses administrasi dan komunikasi antara pemerintah dan penduduk lokal. Akhirnya, sarjana Belanda mulai melibatkan bahasa Melayu sebagai standar bahasa. Terbukti, dengan adanya promosi yang gencar dilakukan pemerintah Hindia Belanda ke sekolah-sekolah dan karya sastra yang diterbitkan.
Akibatnya, pilihan ini membentuk “Embrio” yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula Melayu Riau-Johor.
Memasuki abad ke-20, pribumi di Indonesia merasa membutuhkan sesuatu untuk bisa mengikat mereka sebagai suatu bangsa. Rakyat Indonesia kemudian sepakat untuk menjadikan Melayu, yang telah banyak digunakan dan dipahami di Nusantara, sebagai pemersatu bangsa. Melayu ini yang kemudian disebut sebagai bahasa Indonesia, yang mana baru mendapatkan momentumnya pada 28 Oktober 1928, bertepatan dengan Sumpah Pemuda.
Sekitar tahun 1926-1928, ketika perjuangan kaum Nasionalis sedang membara, diselenggarakanlah Kongres Pemuda sebanyak dua kali. Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928, melahirkan konsep Sumpah Pemuda. Salah satu konsep/rancangannya berbunyi, “Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Kalimat dalam Sumpah Pemuda tersebut merupakan deklarasi resmi bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa.
Tokoh Dibalik Bahasa Resmi Indonesia
Tokoh yang mengusulkan bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan adalah Mohammad Yamin. Bahasa juga diterima oleh masyarakat pribumi, artinya ini telah menjadi bahasa pemersatu bangsa. Pada tanggal 25-28 Juni 1938, telah dilaksanakan Kongres Bahasa Indonesia di Solo. Kongres tersebut mengukuhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara, tepatnya dalam Pasal 36, UUD 1945, 18 Agustus 1945.
Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Resmi ASEAN?
Selanjutnya terkait isu yang kita bahas, apa yang menjadikan pemerintah Malaysia mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN? Usulan ini berawal dari anggapan bahwa, bahasa Melayu dituturkan banyak penduduk ASEAN, termasuk negara kita, Brunei, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan, serta Kamboja.
Jika ditilik dari penggunaan bahasa Melayu sendiri, sebenarnya memiliki perbedaan yang signifikan. Melayu yang digunakan oleh Malaysia, berbeda dengan Melayu yang digunakan oleh Indonesia, dari segi aksen, hingga arti dari kosakata. Melayu di negara kita telah memiliki campur tangan tutur dan gaya bicara yang berbeda, telah tercampur dengan bahasa Belanda, Arab, Portugis, China, Inggris, Jepang, Perancis, Korea, Turki, yang mana telah terpengaruh juga dengan lebih dari 700 tradisional yang ada di Indonesia
Sementara bahasa Melayu versi Malaysia berkembang secara mandiri, dengan akses sendiri, dan kosakata yang tidak berubah makna. Indonesia memang berakar dari bahasa Melayu, tetapi sudah terkontaminasi dengan bahasa lainnya, yang akhirnya melahirnya Indonesia seperti yang kita gunakan.
Indonesia Memiliki Potensi Serupa?
Akankah bahasa Indonesia memiliki potensi serupa? Bahasa Indonesia terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan komunikasi bagi masyarakat luas, sehingga bahasa Indonesia berpotensi menjadi jembatan penghubung antar bangsa, terutama di kawasan ASEAN. Bahasa Indonesia berpeluang menjadi bahasa utama ASEAN karena mempunyai beberapa faktor seperti;
Mudah Dipelajari
Bahasa Indonesia mempunyai struktur yang sederhana. Oleh karena itu, sangat mudah dipelajari. Di samping itu, juga mempunyai daya serap kosakata yang kuat.
Artikel Terkait: Kisah Lucu di Negeri Tercinta, Indonesia
Widyaiswara
Seorang mentor atau pengajar yang bisa berbahasa dengan baik, memiliki jumlah 269.000 yang mana jauh lebih banyak, baik di negara Indonesia itu sendiri maupun di luar negeri.
Mata Pelajaran yang Sah
Hal yang tidak banyak diketahui ialah bahwa, Indonesia itu sendiri telah menjadi mata pelajaran khusus di beberapa dan telah dipelajari di 47 negara, sebut saja seperti Jepang, Ukraina, Austraia, Hawai, Kanada, Vietnam, dan masih banyak lagi.
Dukungan Lembaga
Terdapat 428 lembaga penyelenggara program bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Jadi, untuk mentor dari luar negeri, dapat langsung dipelajari melalui lembaga ini. Lembaga ini juga akan bermanfaatkan untuk oranga asing, untuk belajar kepentingan bisnis dan pekerjaan.
Persiapan Matang
Perlu diketahui bahwa, Indonesia telah disiapkan menjadi International Language, sesuai dengan yang tertulis di UU No. 24 Tahun 2009.
Kita bisa mengambil kesimpulan kita memiliki potensi untuk menjadi bahasa resmi ASEAN dengan berbagai alasan yang mendukung kuat, mulai dari penggunaan struktur PUEBI yang sederhana, kosakata yang mudah, hingga pelafalan kosakata yang tidak serumit bahasa Inggris dan China.
Pemerintah memiliki andil yang besar, melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk meningkatkan program guna menyelamatkan bahasa kita dari kepunahan di negaranya sendiri. Pemerintah memiliki peran besar, untuk membentuk kesadaran masyarakat bahwa bahasa kita kaya akan keragaman kosakata yang tidak kalah indah.
Penulis: Ikbal Panyue
Editor: Hudalil Mustakim